Kehebatan Ayah, Mengapa?
Kehebatan adalah semangat yang selalu menjadikan keseharian begitu indah. Susah, senang, tantangan, harapan, dan segala hal yang kerap menyapa kehidupan kita, adalah pemantik kita menjadi hebat.
Tulisan di blog ini merupakan catatan sehari-hari kami tentang segala hal yang berkait dengan keluarga kami. Selamat membaca, semoga bisa menemukan mutiara di dalamnya
Rabu, 26 Mei 2010
Surat ke-5: sebuah perjalan mudik
Anak-anakku,
Satu kali, dalam suasana bulan ramadhan yang waktu sedang ada posisi terbatas secara keuangan, Binda sudah lebih dahulu pergi mudik ke Banten.
Sampai dua hari lagi menjelang lebaran, kami belum bisa mengambil keputusan mudik atau tidak. Sampai akhirnya, seperti bisa kalian baca, kami pulang menggunakan sepeda motor.
Berikut catatannya.
I. KM 179: Awal sebuah perjalanan
Tadinya, rencana mudik ke Banten tidak terlalu direncanakan. Maklum, prediksi-prediksi bakal mendapatkan rejeki yang cukuplah untuk berlebaran di kampung nyaris semua meleset. Apalagi ada beberapa komitmen untuk melakukan pembayaran utang, jadinya dana yang ada dan sedikit itu benar-benar dihemat agar persoalan penunaian janji tidak dilanggar. Sebab jika janji adalah utang, maka jangan sampai menjadi dobel utang, yaitu: janji membayar utang dan utangnya sendiri. Apalagi orang yang membantu dulu ketika kami kepepet benar-benar membantu. Sehingga modal kepercayaan yang demikian besar, akan menjadi sangat memalukan jika sampai dilanggar.
Kami berencana, bahwa hanya jika ada kejadian luar biasa, baru akan mudik. Misalnya tiba-tiba dapat THR besar sehingga cukup untuk biaya ini itu di tempat mudik. Bahkan, THR yang ditunggu sampai hari terakhir masuk kerja itu, tak kunjung muncul batang hidungnya. Walhasil, makin lemaslah tubuh. Sebab yang diharap-harap itu tidak terjadi.
Tapi, tanpa diduga akhirnya mudik jadi juga. Istriku ngotot untuk mudik. Alasannya: BINDA. Ya, Binda anak kami memang telah lebih dahulu ke sana. Beberapa kali, kami berbicara kepadanya akan pergi ke Banten via telpon. Maka demi penunaian janji itulah kami harus pergi mudik ke Banten. Dengan catatan: kami akan hidup sehemat mungkin. Akhirnya mudik kami menjadi lebih luar biasa lagi. Sebab tanpa diduga, kami mudik menggunakan sepeda motor alias mudik by motorcycle.
Sebenarnya mudik dengan berkendaraan sepeda motor itu, sesuai anjuran memang harus ekstra hati-hati. Direncanakan dengan matang, dan sebagainya.
Kami tidak. Satu-satunya alasan menggunakan sepeda motor adalah keinginan Javid pas pergi yang meminta kami menggunakan motor dengan bercucuran airmata. Ketika kami pergi meninggalkan rumah dan sudah bersalaman dengan para tetangga itu, Javid justru turun dari pangkuan dan menuju pagar pintu rumah kami. Ia menggebrak-gebrak pintu pagar sambil mengatakan: motor....motor...dengan suara cadelnya.
Tidak tega, akhirnya kami balik, mengambil jaket dan helmet. Dan...peta yang saya dapat dari sebuah media cetak, justru ketinggalan. Padahal ini kali pertama saya akan membawa motor dalam jarak yang jauh. Selain itu, saya agak meringis ketika menyadari bahwa perjalanan akan menjadi sedemikian berat sebab hari sudah siang (8.30) sehingga pasti perjalanan akan menempuh medan yang panas. Dan...ini juga penting diingatkan: saya malam tadi tidak melakukan makan sahur. Pagi-pagi saja sudah kehausan.....
Dengan “bismillah” kami akhirnya menuju Banten. Sebelumnya saya isi dulu tanki bensin dengan pertamax sebesar Rp. 16.900. Langsung kami menuju ke Parung. Rencananya kami akan melewati rute Tanggerang dan terus ke Serang.
Bersambung................
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar