Kehebatan Ayah, Mengapa?
Kehebatan adalah semangat yang selalu menjadikan keseharian begitu indah. Susah, senang, tantangan, harapan, dan segala hal yang kerap menyapa kehidupan kita, adalah pemantik kita menjadi hebat.
Tulisan di blog ini merupakan catatan sehari-hari kami tentang segala hal yang berkait dengan keluarga kami. Selamat membaca, semoga bisa menemukan mutiara di dalamnya
Rabu, 02 Juni 2010
Cita-cita
Anakku,
Hal yang sangat membanggakan ketika memiliki kalian adalah memaknai cita-cita. Jika dulu saya ingin berkeluarga, sekarang ingin membesarkanmu dengan indah. dan besok, saya ingin menjadikanmu pribadi yang sukses.
Berikut adalah catatan saya tentang cita2 ini.
Beberapa orang selalu menanyakan dengan pertanyaan yang sama dan berulang: apa cita-citamu selepas ini? Apa rencanamu berikutnya, dll. Pokoknya banyak. Saya berprasangka baik saja, bahwa mereka, para penaya itu merupakan orang-orang yang hidupnya amat terencana, nyaris sistematis, dan selalu tepat dengan target yang ingin dicapai. Saya angkat topi pada mereka, sebab selain mereka adalah orang-orang yang mampu bergelut dengan takdir, juga orang-orang yang mampu mengalahkannya.
Saya bisa dibilang berbeda. Saya merasa, setelah beberapa kali menjumpai kenyataan, kehendakku bukan apa-apa dibanding kehendak-Nya; keinginanku jika ada garis-Nya maka akan menjadi keinginan-Nya. Dengan bahasa kasar, saya tipe orang yang sangat-sangat pasrah dengan takdir atau apa yang digariskan Tuhan.
Pendapat saya ini pasti dibantah banyak orang. Sebab saya seperti orang yang apatis, tanpa emosi, dll. Tapi bagi saya, hal ini dikarenakan sejarah hidup yang menjelaskannya, betapa kita tidak pernah bisa meraih sesuatu tanpa sedikitpun intervensi-Nya.
Dulu, keinginan saya dipupuk sejak SD. Keluargaku selalu mengira-ngira bahwa saya akan menjadi “A”, “B”, atau “C”. Akhirnya, karena terpengaruh teman-teman dan keluarga itu, saya juga membangun cita-cita itu meski hanya dalam hati. Saya belajar rajin, membaca buku pelajaran dan yang berhubungan dengan itu. Saya keras sekali, terkadang sampai bangun tengah malam hanya untuk itu.
Untuk menggapai cita-cita saya yang tinggi itu, saya sudah bertanya sana sini. Termasuk sekolah mana saja yang harus saya lalui agar bisa sampai ke sana.
Tapi begitu SD lulus, yang terjadi sebaliknya. Dan sejak itu, saya tidak pernah mensistematisasi kehidupan saya. Saya biarkan semua mengalir dalam genggaman dan kekuasaan-Nya. Sebab jika tidak, saya bisa stres dan depresi.
Ketika SD, saya bermaksud ke sekolah A, tapi karena biaya yang tidak ada, semua sekolah saya selalu menyesuaikan. Tidak pernah milih sekolah berdasarkan kualitas dan kehendak emosional maupun intelektual. Semuanya diprinsipkan pada satu: YANG PENTING SEKOLAH.
Jadi apa cita-cita saya?
Jawabannya, mungkin yang terbesar adalah ...ya “membangun cita-cita!”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wah salut.. selamat deh untuk menjadi ayah yang baik-nya tidak pura-pura
BalasHapus